KH. Abdullah Syamsuri : Ulama, Hakim, dan Penjaga Marwah Keislaman Bone

banner 468x60

KH. Abdullah Syamsuri adalah sosok ulama Bugis Bone yang memiliki peran besar dalam sejarah perkembangan hukum Islam, dakwah, dan pendidikan agama di Sulawesi Selatan, khususnya di Kabupaten Bone. Ia dikenang sebagai figur yang bukan hanya menjalankan amanah sebagai birokrat peradilan agama, tetapi juga sebagai penjaga nilai-nilai keulamaan yang berpijak kuat pada tradisi Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyah. Sosoknya sederhana, bersahaja, namun memiliki keteguhan sikap dan keluhuran ilmu yang menjadikannya panutan masyarakat Bone di masanya.

 

Nama KH. Abdullah Syamsuri menjadi bagian penting dari sejarah lembaga Pengadilan Agama Bone karena ia merupakan Ketua pertama Pengadilan Agama Watampone (Bone) sejak lembaga ini berdiri secara resmi pada tahun 1958 berdasarkan PP Nomor 45 Tahun 1957. Pada masa itu, lembaga peradilan agama belum seperti saat ini. KH. Abdullah Syamsuri memimpin lembaga ini nyaris tanpa fasilitas memadai, hanya didampingi oleh empat orang tenaga sukarelawan. Namun keterbatasan tersebut tidak menghalangi semangatnya untuk menegakkan keadilan dan menjalankan hukum Islam dengan penuh dedikasi.

 

Kepemimpinan KH. Abdullah Syamsuri di PA Watampone bukan hanya administratif semata. Ia membangun dari nol, memulai kantor dari rumah pinjaman masyarakat hingga akhirnya lembaga tersebut mendapat gedung resmi milik Kementerian Agama. Di bawah kepemimpinannya, Pengadilan Agama Bone mulai tumbuh menjadi institusi yang dihormati dan memiliki legitimasi kuat di tengah masyarakat. Perjalanan panjangnya di lembaga ini, dari tahun 1958 hingga 1978, menunjukkan dedikasi panjangnya dalam merawat marwah lembaga peradilan agama, yang pada saat itu menjadi benteng bagi masyarakat Muslim Bugis untuk memperoleh keadilan berdasarkan syariat.

 

Di luar tugas resminya sebagai ketua pengadilan, KH. Abdullah Syamsuri juga dikenal sebagai ulama yang aktif berdakwah dan membina masyarakat. Ia mendirikan berbagai lembaga pendidikan keagamaan, seperti Masjid Annurain dan Pesantren Ma’had Hadis (Aljunaidiyah) yang hingga kini masih berdiri sebagai pusat dakwah dan pendidikan umat. Dalam kiprah dakwahnya, KH. Abdullah Syamsuri dikenal istiqamah dalam menyebarkan ajaran Islam yang moderat, sejuk, dan berpijak pada kearifan lokal. Ia aktif membina masyarakat melalui pengajian, pendidikan pesantren, serta berbagai aktivitas sosial yang bertujuan mengokohkan akhlak dan keimanan umat.

 

Kiprah KH. Abdullah Syamsuri juga tak bisa dilepaskan dari keberadaan Nahdlatul Ulama (NU) di Bone. Sebagai ulama yang berpegang teguh pada manhaj Ahlussunnah wal Jamaah, ia adalah salah satu tokoh yang menanamkan akar-akar tradisi NU di Bumi Arung Palakka. Melalui aktivitas keulamaan, pendidikan, dan peradilan, ia menjadi representasi nyata dari nilai-nilai NU yang memadukan agama, budaya, dan kecintaan pada tanah air. KH. Abdullah Syamsuri mengajarkan bagaimana agama dijalankan dengan akhlak, bukan sekadar hukum; dengan hikmah, bukan kekerasan.

 

Dalam konteks sejarah lokal Bone, KH. Abdullah Syamsuri tidak hanya dikenang sebagai hakim pertama, tetapi juga sebagai pembina generasi ulama dan masyarakat yang kelak meneruskan tradisi keislaman yang moderat, santun, dan cinta tanah air. Banyak santri, aparat pemerintah, hingga tokoh masyarakat yang pernah bersentuhan dengan didikan dan teladan beliau, melanjutkan kiprah dakwah dan sosialnya di berbagai bidang. Warisan KH. Abdullah Syamsuri kini masih nyata terlihat, baik secara fisik dalam bentuk lembaga yang ia bangun, maupun secara spiritual dalam nilai-nilai yang diwariskan kepada masyarakat. Tradisi pengajian, peradilan agama yang adil, serta pendidikan keislaman berbasis pesantren yang tetap terjaga di Bone, tak lepas dari peran besarnya di masa lalu.

 

Figur beliau yang sederhana mencerminkan watak ulama Bugis yang teguh dalam iman, lembut dalam tutur, dan bersih dalam hati. KH. Abdullah Syamsuri meninggalkan jejak bukan sekadar dalam catatan sejarah, tetapi dalam hati umat yang merasakan manfaat dari amal jariyah keilmuannya. Bone hari ini berhutang pada sosoknya, pada ketekunannya merawat agama, keadilan, dan umat dengan penuh keikhlasan.

 

Di tengah dinamika masyarakat Bugis Bone yang sarat dengan nilai-nilai adat dan budaya, KH. Abdullah Syamsuri mampu memadukan ajaran agama dengan kearifan lokal secara harmonis. Ia tidak pernah memusuhi tradisi selama tidak bertentangan dengan syariat. Dalam pengajian dan ceramahnya, ia sering menekankan pentingnya menjaga adab, menghormati orang tua, serta merawat silaturahmi antar sesama umat. Prinsip-prinsip ini sejalan dengan semangat Islam Nusantara yang selalu dijaga NU sebagai warisan peradaban Islam di tanah air.

 

Bersama NU Bone, KH. Abdullah Syamsuri turut mengokohkan tradisi keagamaan seperti tahlilan, yasinan, manaqiban, dan berbagai kegiatan sosial keagamaan yang memperkuat identitas keagamaan masyarakat Bone. Ia memandang bahwa agama tidak sekadar ibadah individual, tetapi juga sarana membangun peradaban yang berakar pada akhlak mulia dan persatuan umat. Karena itulah, peran beliau dalam membina umat sangat luas, dari bilik pesantren, mimbar masjid, ruang pengadilan, hingga forum sosial kemasyarakatan.

 

Jejak pengabdian KH. Abdullah Syamsuri terhadap NU tidak terputus seiring waktu. Banyak tokoh NU Bone hari ini yang merupakan generasi kedua dan ketiga dari murid, santri, atau masyarakat yang pernah bersentuhan langsung dengan ajaran dan pembinaan beliau. Mereka meneruskan estafet perjuangan dakwah Islam moderat yang mengakar kuat di tengah-tengah masyarakat Bugis, yang menjunjung tinggi harmoni, kesantunan, dan cinta tanah air sebagai bagian dari iman.

 

Kehidupan KH. Abdullah Syamsuri mengajarkan bahwa kekuatan seorang ulama tidak terletak pada popularitas, tetapi pada keteladanan. Ia hidup sederhana, namun kaya akan ilmu dan akhlak. Ia tidak hanya meninggalkan bangunan fisik, tetapi lebih dari itu, meninggalkan bangunan nilai yang terus hidup hingga kini: nilai keadilan, keikhlasan, kesabaran, dan pengabdian kepada agama, masyarakat, dan bangsa. Sosoknya menginspirasi bahwa perjuangan seorang ulama sejati adalah menjaga marwah agama, merawat umat, dan mewariskan nilai kebaikan lintas generasi.

 

Dengan segala kiprahnya, KH. Abdullah Syamsuri layak ditempatkan sebagai tokoh penting dalam sejarah Bone, baik sebagai Ketua pertama Pengadilan Agama Watampone maupun sebagai ulama penggerak Nahdlatul Ulama yang telah berjasa meletakkan dasar-dasar keagamaan yang moderat, toleran, dan bersandar pada akhlak mulia di Bumi Arung Palakka. Warisannya tetap hidup, dan namanya akan selalu menjadi bagian dari narasi besar perjalanan keislaman dan kebudayaan Bone yang tidak bisa dipisahkan dari peran NU di daerah ini.

 

 

Oleh:Zaenuddin Endy

Koordinator instruktur Pendidikan Kader Penggerak Nusantara (PKPNU) Sulawesi Selatan

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *