Kekerasan seksual kini menjadi trending topik di dunia pendidikan, khususnya yang dialami oleh tenaga pendidik maupun mahasiswa, salah satunya adalah universitas negeri makassar yang saat ini mendapat isu tak sedap yaitu dugaan kekerasan seksual. jika kita melihat histori ke belekang, bulan juli lalu juga terdapat dugaan kekerasan seksual yang dialami oleh mahasiswa UNM, terduga pelaku kekerasan seksual telah ditetapkan sebagai tersangka yang juga berprofesi sebagai dosen di UNM.
Bahwa tindak pidana kekerasan seksual tersebut yang diduga dilakukan oleh oknum dosen UNM terhadap mahasiswanya belum dibawa ke pengadilan untuk di adili, kini muncul berita di berbagai media online, bahwa rektor UNM diduga melakukan kekerasan seksual terhadap dosen perempuan. berdasarkan data yang dihimpun oleh penulis, dosen UNM yang diduga menjadi korban kekerasan seksual kini resmi melaporkan rektor UNM tersebut ke polda sulsel, tak tinggal diam, Rektor UNM juga telah melayangkan somasi kepada dosen perempuan tersebut untuk meminta maaf dan klarifikasi terhadap pemberitaan yang beredar diberbagai media online, jika tidak, rektor unm tersebut akan bertindak secara hukum baik itu pidana maupun perdata.
Mengomentari sikap rektor UNM tersebut, penulis berpendapat bahwa apabila rektor UNM mengambil Langkah hukum pidana untuk melaporkan dosen perempuan tersebut ke pihak kepolisian, maka sepatutnya korban sangat tidak layak dipidana berdasarkan pasal 10 ayat (1) Undang-Undang nomor 31 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban.
Bahwa korban tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang telah diberikannya kecuali tidak dengan itikad baik. Kalaupun nantinya rektor UNM melaporkan dosen perempuan tersebut ke pihak kepolisian, maka sebaiknya pihak kepolisian menunda proses penyelidikan hingga kasus kekerasan seksual yang dilaporkan oleh korban diputus oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap berdasarkan pasal 10 ayat (2) UU perlindungan saksi dan korban.
Sudah sepatutnya dosen UNM yang menjadi korban kekerasan seksual tersebut berkoordinasi dengan LPSK untuk meminta perlindungan agar apa yang menjadi haknya dilindungi sebagaimana diatur oleh Undang-undang perlindungan saksi dan korban.
Sebaliknya, bahwa kasus yang dilaporkan oleh korban yang berprofesi sebagai dosen tersebut merupakan undang-undang khusus yaitu tindak pidana kekerasan seksual, jadi satu keterangan saksi korban sudah cukup apabila bersesuaian dengan alat bukti lainnya, jadi apabila nantinya terdapat bukti surat atau keterangan ahli yang di kumpulkan oleh penyidik maka penyidik melalui gelar perkara sudah dapat menetapkan rektor UNM sebagai tersangka.
Penulis :
Wival Agustri, SH., MH.
Praktisi Hukum dan Alumni Magister Ilmu Hukum UMI Makassar