Perda Pesantren dan Hak Kemerdekaan: Menjaga Ruang Tumbuh Pendidikan Keagamaan

banner 468x60

Perda Pesantren yang mulai digulirkan di beberapa daerah merupakan wujud nyata pengakuan pemerintah terhadap eksistensi dan kontribusi pesantren dalam membangun peradaban bangsa. Pesantren bukan hanya pusat pendidikan agama, tetapi juga ruang pembinaan karakter, laboratorium sosial, dan benteng nilai-nilai kebangsaan.

 

Dalam konteks hak kemerdekaan, keberadaan Perda Pesantren sesungguhnya berkelindan dengan amanat konstitusi. Kemerdekaan tidak sekadar dimaknai sebagai bebas dari penjajahan, melainkan juga kebebasan setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan, mengekspresikan keyakinan, serta berkontribusi dalam kehidupan berbangsa. Pesantren menjadi wadah utama dalam mengartikulasikan kemerdekaan itu: membebaskan generasi muda dari kebodohan, membangun kesadaran spiritual, sekaligus menanamkan kecintaan terhadap tanah air.

 

Namun, Perda Pesantren harus dipahami bukan sebagai alat intervensi berlebihan negara terhadap dunia pendidikan Islam, melainkan sebagai regulasi yang memberi perlindungan, fasilitasi, dan pemberdayaan. Negara berkewajiban memastikan bahwa santri memiliki hak yang sama dengan peserta didik lain: hak atas pendidikan layak, akses terhadap fasilitas, pengakuan formal, hingga kesempatan berkarir di masa depan.

 

Di sisi lain, pesantren juga harus meneguhkan posisinya sebagai ruang merdeka yang menjaga kemandirian. Sejak awal berdiri, pesantren tumbuh dari akar budaya masyarakat dan kemandirian kyai. Maka, Perda Pesantren idealnya tidak mematikan daya hidup itu, melainkan memperkuatnya dengan dukungan yang relevan, bukan sekadar administratif.

 

Momentum kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia dapat menjadi refleksi penting: bahwa kemerdekaan sejati bukan hanya soal kedaulatan politik, tetapi juga tentang kebebasan setiap warga negara untuk mengembangkan potensinya, termasuk melalui jalur pendidikan pesantren. Di titik inilah, Perda Pesantren dan hak kemerdekaan harus berjalan seiring: negara hadir untuk menjamin, pesantren terus berperan untuk mendidik, dan masyarakat mendukung sebagai bagian dari ekosistem kebangsaan.

 

Karena itu, Perda Pesantren bukan semata aturan, melainkan cermin arah kebijakan bangsa dalam menempatkan pendidikan Islam pada posisi yang terhormat. Pesantren tidak boleh hanya dipandang sebagai masa lalu, tetapi juga masa depan: sebagai pusat inovasi sosial, moral, dan intelektual yang mampu menjawab tantangan zaman.

 

Jika Perda lahir dengan semangat keberpihakan yang benar, ia akan menjadi energi baru bagi pesantren untuk terus tumbuh tanpa kehilangan ruh kemandiriannya. Di sinilah kemerdekaan menemukan makna terdalamnya: ruang yang memberi kesempatan pada setiap lembaga, termasuk pesantren, untuk hidup, berkembang, dan menyumbang cahaya bagi Indonesia yang beradab.

 

 

Penulis : Jusman Imam

(Ketua Lembaga Tahfizh Pontren As’adiyah Galung Beru Bulukumba)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *