Evolusi epistemologi secara historis di mulai pada masa Plato sampai pada masa Jhon lock (bapak empirisme) sehingga mengharuskan epistemologi yang di yakini sebagai validitas zaman adalah epistemologi yang hadir di masa sekarang yakni empirisme, selain dari pada ini maka tidak lagi relevan di terapkan di zaman sekarang.
Akibatnya bagi golongan yang meyakini hal yang bersifat non empiris menjadi tahayyul karena itu tidak layak lagi untuk di terapkan dan di ikuti. Menurut nya cara berpikir non empiris adalah cara berpikir yang kuno, primitif, yang di bawakan oleh para nabi dan kaum agamawan terdahulu, sehingga jika sekarang masih meyakini nya maka itu adalah sebuah ke tahayyulan besar.
Selain itu akibat yang di timbulkan adalah masalah masalah mengenai hakikat kemanusiaan serta kehidupan nya, banyak hal yang timbul mulai dari krisis spiritual, krisis pemaknaan sehingga mengharuskan manusia modern saat ini Teralienasi dengan dirinya.
Yah seperti itulah cara berpikir empirisme,Hal hal yang tidak menjadi sasaran daripada indra maka di sebut sebagai tahayyul, benar adalah jika dapat di indrai dan sebuah kesalahan jika tidak dapat terdeteksi oleh indra.
Itulah kenapa saat ini epistemologi mengalami krisis yang besar, akibat cara berpikir empirisme yang merajalela di masyarakat saat ini, bahkan di dunia akademik.
Sebab dalam dunia akademik asal usul kebenaran nya berdasar pada epistemologi.
Jika sebuah epistemologi nya hanyalah empirisme (baca. Cuman indra satu satunya alat pengetahuan) maka yang nampak atau yang terjelaskan hanyalah hal hal yang bersifat materi ( cat. Bukan materi dalam arti ekonomi dan tukang) melainkan materi yang di maksud adalah materi dalam arti sesuatu yang hanya bisa di indrai spesifik nya hanya dunia yang di akui akhirat bukanlah sebuah pengetahuan atau realitas yang nyata melainkan hanya buatan buatan rasio/pikiran.
Sebuah epistemologi jika empirisme maka suatu keniscayaan akan lahir ideologi ideologi yang empirisme juga, karena itu penilaian hanya cuman pada wilayah yang bersifat fisik saja di balik nya tidak di yakini, karena itu berbuat untuk hari akhir adalah perbuatan yang sia sia, dan akan berakhir pada kekecewaan.
sekarang karena Pancasila merupakan sebuah ideologi, sedangkan ideologi pada awalnya berawal dari epistemologi, jadi ideologi nya seperti apa dapat dilihat dari epistemologi apa yang di terapkan, hmm kayanya terlalu berat dehh mari menyederhanakannya, simpel nya ideologi itu adalah apa yang mesti dan tidak mesti di lakukan oleh manusia terhadap realitas atau Lebih sederhana nya lagi ideologi berbicara tentang aturan manusia dalam perlakuan terhadap realitas! Sampai disini paham kan?.
(Oke saya pikir dipahami! Jadi tidak usah di baca kembali! Silahkan di lanjutkan..)
Pancasila adalah ideologi yang meyakini bahwa hal hal yang bersubstansi non fisik itu nyata dan rasional makanya merupakan sebuah wujud/keberadaan. Karena itu Pancasila meyakini sebuah nilai kehinaan, kemuliaan, keadilan, dan kesucian dan ini merupakan tolok ukur utamanya (ketuhanan yang maha esa).
Tapi gagasan ini akan sulit di terima bagi yang sudah terlanjur nyaman dengan epistemologi empirisme, karena tidak melihat ada epistemologi yang lebih ideal dari pada epistemologi empirisme itu.
Inilah yang saya sebut sebagai krisis epistemologi, keyakinan nya menolak alat pengetahuan lain, semisal pengetahuan kita terhadap panjang dan pendek, indra tidak mampu menangkap panjang dan pendek, indra hanya menangkap warna, aroma,Dll tapi panjang pendek nya tidak di tangkap. Lantas alat pengetahuan apa yang menangkap panjang dan pendek!? (Hmm silahkan cari tahu sendiri deh)..Coba praktek deh sekarang!
Coba lihat pake mata! Satu objek yang terdekat dengan anda? Apakah yang anda lihat itu warna nya atau panjang pendeknya? Pasti warna nya kan bukan panjang atau pendek nya kalau belum coba satu kali deh.
Jadi panjang dan pendek bukan merupakan realitas materi melainkan realitas yang bukan materi.
Dengan begini sudah terjelaskan bahwa ada dua realitas yakni realitas indrawi dan realitas yang menangkap panjang dan pendek tersebut. Jadi ada satu hakikat yang tidak dapat di saksikan oleh indra yakni panjang dan pendek. Ini adalah kenyataan dan tidak dapat di ingkari.
Ideologi Pancasila bertumpu pada epistemologi yang meyakini hakikat selain materi karena itu wajar jika ketuhanan yang maha esa sebagai tolok ukur utamanya semua Nilai yang di kandung.