Aseranews.com, Makassar – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI melalui Komisi III telah meresmikan RKUHAP (18/11/2025) menjadi undang-undang yang masih banyak hal yang menjadi pertimbangan dalam perencanaannya.
Beberapa hal yang menjadi pertimbangannya antara lain yaitu ketidak keterlibatan pemerintah pada masyarakat sipil dalam pembahasannya dan kemudian beberapa pasal yang dinilai bertentangan dengan asas keadilan sosial dan hak pada masyarakat sipil, yaitu dengan pasal 1 ayat 34 dan 124 dengan nilai diam-diam menyadap, merekam, mengutak atik komunikasi digital masyarakat sipil, tanpa batas soal (penyadapan) sama sekali.
Pasal 132A, yang membekukan secara sepihak tabungan dan semua jejak online, mulai dari rekening bank, medsos, sampai data-data di drive.
Pasal 112A, terkait pengambilan HP, laptop, data elektronik yang disimpan dalam waktu lama, bahkan masyarakat itu bukan tersangka. Dan yang terakhir terkait Pasal 5 menangkap, melarang meninggalkan tempat, menggeledah, bahkan melakukan penahanan tanpa konfirmasi tindak pidana.
Ini merupakan pasal-pasal yang bermasalah dalam perencanaan RKUHAP yang telah resmi di SAH oleh DPR RI Komisi III.
Menurut Ketua PMII Komisariat UIN Alauddin Cabang Gowa, Muhammad Izhar Attar Syach menjelaskan bahwa ini suatu tindakan yang melanggar hak para masyarakat sipil.
“Kalau RKUHAP disahkan, polisi menjadi punya hak dalam melakukan suatau tindakan pada masyarakat sipil tanpa perlu izin ditinjau dari pasal-pasal yang telah dicantumkan.” Ujar Izhar Selaku Ketua PMII Komisariat UIN Alauddin Cabang Gowa.








