Allah adalah sumber cahaya segala yang ada di alam semesta. Dia-lah cahaya yang tidak pernah padam, cahaya yang menghidupkan, menggerakkan, sekaligus menjadi penuntun arah bagi hati yang mencari kebenaran. Firman Allah menyebut, Allahu nūru as-samāwāti wal-ardh, yang menjadi dasar keyakinan bahwa seluruh yang wujud, seluruh yang bergerak, dan seluruh yang bernafas mendapatkan kekuatan hidup dari cahaya-Nya. Cahaya itu tidak dapat diraih hanya dengan usaha lahir semata, melainkan anugerah yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki.
Rasulullah Muhammad adalah tajalli dari nurullah, pancaran tertinggi dari cahaya Ilahi yang menjelma dalam bentuk manusia sempurna. Beliau adalah sosok yang membawa petunjuk, penjelasan, dan perwujudan nyata dari rahmat Allah. Segala keindahan, akhlak, dan kearifan Rasulullah adalah cahaya Allah yang tampak, yang dapat dirasakan, dan menjadi wasilah manusia menuju kesempurnaan. Tanpa mengenal Rasulullah, manusia bagaikan berjalan tanpa pelita di tengah gelapnya malam.
Namun, sepeninggal Rasulullah, cahaya itu tetap berlanjut melalui pewarisnya. Al-ulama warasatul anbiya adalah mereka yang membawa warisan nur nubuwah. Mereka bukan nabi, namun merekalah yang memikul tugas besar menjaga, menyampaikan, dan menyalurkan percikan cahaya kenabian agar tidak terputus dari hati umat manusia. Merekalah para mursyid yang kamil mukammil, guru sejati yang menyempurnakan murid-muridnya dengan bimbingan ruhani.
Seorang mursyid kamil mukammil tidak hanya mengajarkan pengetahuan lahir, tetapi juga menuntun jiwa murid untuk menemukan nur yang tersembunyi dalam dirinya. Dialah guru sokkuE, pembimbing rohani yang bukan sekadar mengisi pikiran dengan dalil, tetapi menerangi hati dengan hikmah. Pertemuannya bukan kebetulan, melainkan bagian dari takdir Allah yang memperjalankan seorang hamba untuk bertemu dengan pintu cahaya-Nya.
Barang siapa beruntung dipertemukan dengan mursyid sejati, sesungguhnya ia telah dipilih Allah untuk menerima rahmat khusus. Melalui tangan dan bimbingan sang mursyid, cahaya ilahi dititipkan ke dalam hatinya. Ia mulai merasakan kehangatan iman, ketenangan ibadah, dan kekuatan cinta yang tak tergoyahkan. Jalan menuju wusul kepada Allah dan Rasulullah pun menjadi terbuka dengan lebih jelas.
Hidayah bukanlah sesuatu yang bisa dibeli atau diwariskan secara duniawi. Ia adalah limpahan cahaya yang diturunkan Allah melalui saluran-saluran khusus yang suci. Mursyid sejati menjadi perantara, bukan sebagai pengganti, melainkan sebagai pembawa pesan dan pancaran nur yang memantulkan sinar Rasulullah. Melaluinya, seorang hamba menemukan kehadiran Allah yang nyata dalam setiap hembusan nafas dan denyut jantung.
Cahaya ilahi itu bukan sekadar pengetahuan, melainkan pengalaman batin yang hidup. Ia menyinari hati, melunakkan jiwa, dan menjernihkan pandangan dari segala kekeruhan dunia. Mereka yang mendapatkannya tidak lagi merasa sendiri, sebab cahaya itu menjadi sahabat setia, pengingat, sekaligus penuntun menuju tujuan hakiki.
Seorang mursyid kamil mukammil bukan sembarang guru. Ia telah melewati jalan panjang penyucian jiwa, membersihkan diri dari kepentingan dunia, hingga ia layak menjadi cermin bagi muridnya. Tatapan matanya membawa ketenangan, ucapannya mengandung hikmah, dan amalnya mencerminkan kasih sayang Ilahi. Barang siapa bersamanya, sesungguhnya ia berada di bawah cahaya Rasulullah.
Dalam bimbingan mursyid, seorang murid belajar bahwa perjalanan menuju Allah bukanlah jalan lurus tanpa hambatan. Ada nafsu, ada syubhat, ada bisikan dunia yang terus menarik ke bawah. Namun dengan cahaya sang guru, setiap langkah menjadi jelas. Ia tidak lagi berjalan sendirian, tetapi selalu dalam naungan doa, cinta, dan perhatian ruhani.
Rahmat Allah hadir melalui perantara-perantara-Nya yang tersembunyi di balik manusia pilihan. Bukan semua orang mampu melihat atau mengenali mereka, sebab cahaya itu hanya diperlihatkan kepada mereka yang hatinya bersih dan siap menerima. Maka beruntunglah orang yang diberi kesempatan bersujud di hadapan mursyid kamil mukammil, karena sejatinya ia sedang bersujud di hadapan cahaya Ilahi yang dipantulkan.
Jalan wusul kepada Allah bukanlah perkara mimpi atau khayalan. Ia adalah kenyataan ruhani yang bisa diraih dengan kesungguhan, keikhlasan, dan bimbingan. Tanpa mursyid, seorang murid ibarat orang buta yang berjalan di medan penuh rintangan. Namun dengan mursyid, ia bagaikan orang yang berjalan dengan cahaya pelita yang terang, yang menunjukkan arah jalan menuju tujuan akhir.
Cahaya ilahi yang diturunkan melalui Rasulullah dan diwariskan oleh ulama sejati adalah rahmat yang tidak ternilai. Ia menjadi obat bagi hati yang gelisah, penawar bagi jiwa yang gersang, dan kekuatan bagi mereka yang terjatuh dalam kelemahan. Hanya dengan cahaya itu seorang hamba mampu bangkit kembali dan meraih kedekatan dengan Allah.
Mereka yang menolak bimbingan mursyid seringkali terperangkap dalam kebanggaan diri. Ilmu yang dimiliki hanya sebatas logika, tanpa menembus kedalaman ruhani. Padahal ilmu sejati adalah cahaya, bukan sekadar kata-kata. Ilmu itu hidup di hati, bercahaya di amal, dan membimbing manusia menuju rahasia keintiman dengan Tuhannya.
Cahaya Allah yang dituntunkan kepada hamba-hamba-Nya tidak pernah terputus. Ia mengalir sepanjang masa, dari Rasulullah, ke sahabat, ke tabi’in, hingga ulama dan mursyid di setiap zaman. Inilah rantai emas yang menghubungkan manusia dengan sumber cahaya hakiki. Barang siapa terhubung dengan rantai ini, ia sejatinya telah terhubung dengan Allah.
Dengan demikian, perjalanan menuju Allah adalah perjalanan cahaya. Allah adalah cahaya, Rasulullah adalah tajalli cahaya itu, dan mursyid kamil mukammil adalah pembawa percikan yang memantulkannya ke dalam hati para murid. Melalui wasilah ini, seorang hamba memperoleh bimbingan, rahmat, dan kasih sayang-Nya.
Akhirnya, setiap hamba harus menyadari bahwa tanpa cahaya Allah, manusia hanyalah bayangan yang hilang ditelan gelap. Namun dengan cahaya itu, kehidupan menjadi bermakna, hati menjadi lapang, dan jalan menuju-Nya menjadi jelas. Bertemu dan dibimbing oleh mursyid sejati adalah karunia besar, karena sesungguhnya di sanalah percikan cahaya Ilahi bersemayam, membawa seorang hamba menuju wusul dengan Allah dan Rasulullah.
Oleh: Zaenuddin Endy
Koordinator LTN Imdadiyah JATMAN Sulawesi Selatan