H. Abdussalam al-Bugisy al-Pammani merupakan salah satu figur ulama kharismatik dari kawasan Pammana, Wajo, Sulawesi Selatan, yang meninggalkan jejak penting dalam perkembangan keilmuan Islam lokal. Julukan al-Bugisy melekat karena latar etnisnya yang Bugis, sementara sebutan al-Pammani menunjukkan akar geografis dan kulturalnya dari daerah Pammana. Kehadiran sosok ini meneguhkan bahwa ulama Bugis tidak hanya berperan di lingkup lokal, melainkan juga berjejaring dengan dunia Islam yang lebih luas.
Sejak kecil, Abdussalam dididik dalam tradisi Islam yang ketat. Pammana sebagai kawasan yang memiliki basis keagamaan kuat sejak abad ke-17 menjadi lahan subur bagi tumbuhnya pendidikan agama. Tradisi mengaji di surau dan masjid setempat membentuk fondasi spiritualnya. Ia kemudian melanjutkan pendalaman agama kepada sejumlah guru terkemuka di Bone dan Wajo yang dikenal sebagai pusat ulama tradisional.
Dalam tradisi lisan masyarakat Wajo, H. Abdussalam dikenal sebagai pribadi yang tekun menimba ilmu hingga ke Tanah Suci. Perjalanannya ke Mekkah bukan hanya untuk menunaikan ibadah haji, tetapi juga untuk belajar secara langsung kepada para ulama Hijaz. Melalui proses ini, ia memperoleh legitimasi keilmuan sekaligus mengukuhkan dirinya sebagai bagian dari jaringan ulama Nusantara yang kosmopolit.
Sepulang dari Mekkah, Abdussalam al-Bugisy membawa pulang ilmu fikih, tafsir, hadis, dan tasawuf. Ia menjadi rujukan masyarakat dalam memahami hukum Islam sehari-hari. Tradisi fatwa yang dikembangkannya banyak membantu masyarakat Bugis dalam menyeimbangkan antara hukum agama dengan adat lokal. Inilah salah satu ciri khas ulama Bugis, yakni mengakomodasi ade’ (adat) tanpa menanggalkan prinsip syariat.
Salah satu kontribusinya yang penting adalah penguatan ajaran tasawuf. Dalam pengajaran Abdussalam, tasawuf bukan hanya dimaknai sebagai laku spiritual, tetapi juga sebagai etika sosial. Ia menekankan pentingnya pembersihan hati, kesederhanaan hidup, serta penghormatan kepada sesama. Nilai-nilai ini membuat ajarannya diterima luas dan diwariskan melalui generasi muridnya di Pammana dan sekitarnya.
Jejaring tarekat juga menjadi bagian dari kiprahnya. H. Abdussalam dikaitkan dengan penyebaran tarekat Syattariyah dan Khalwatiyah, dua tarekat yang dominan di kawasan Sulawesi Selatan. Perannya dalam mengajarkan dzikir, wirid, dan suluk menjadikannya sebagai pembimbing spiritual yang dihormati. Melalui jalur tarekat inilah ia membangun tradisi sufistik yang membumi di Pammana.
Selain sebagai guru agama, ia juga dikenal sebagai seorang pembaharu sosial. Abdussalam menekankan pentingnya pendidikan Islam bagi generasi muda. Ia mendirikan halaqah-halaqah kecil, mengajar kitab kuning, dan melahirkan santri-santri yang kelak menjadi ulama lokal. Dari sinilah tradisi keilmuan Islam di Pammana terpelihara dan berkembang.
Kiprahnya tidak lepas dari konteks sosial-politik pada masa itu. Abad ke-19 hingga awal abad ke-20 merupakan periode penuh dinamika, termasuk penetrasi kolonial Belanda ke wilayah Bugis. H. Abdussalam menggunakan posisinya sebagai ulama untuk mengokohkan identitas keagamaan sekaligus memperkuat solidaritas masyarakat menghadapi tekanan eksternal. Ulama dalam hal ini tidak hanya berfungsi sebagai pendidik, tetapi juga sebagai penjaga moral dan simbol perlawanan kultural.
Kedekatannya dengan masyarakat membuatnya dihormati bukan hanya sebagai guru agama, tetapi juga sebagai tokoh yang bijaksana dalam menyelesaikan sengketa adat dan sosial. Banyak kisah lokal yang menceritakan perannya sebagai penengah dalam konflik antarwarga. Dengan pendekatan sufistik dan hukum Islam, ia mampu menghadirkan penyelesaian damai yang diterima semua pihak.
Dalam konteks budaya Bugis, ulama seperti Abdussalam memainkan peran ganda: sebagai penyebar syariat Islam dan sebagai penjaga pangadereng (tatanan adat). Keseimbangan antara syariat dan adat ini menjadi ciri khas masyarakat Bugis, dan Abdussalam al-Bugisy al-Pammani menjadi salah satu tokoh yang menjaga harmoni tersebut.
Warisan intelektual Abdussalam tidak hanya tertulis dalam kitab atau naskah, tetapi lebih banyak terpatri dalam tradisi lisan dan amalan masyarakat. Santri-santri dan pengikutnya terus melestarikan ajarannya melalui pengajian, wirid, dan perayaan keagamaan. Jejaknya masih bisa ditemukan dalam praktik-praktik keagamaan di Pammana hingga hari ini.
Nama H. Abdussalam al-Bugisy al-Pammani juga tercatat dalam silsilah ulama Bugis yang memiliki hubungan dengan jaringan ulama Nusantara di Mekkah. Hal ini menunjukkan bahwa ia bukan ulama lokal yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari arus besar penyebaran Islam di Asia Tenggara. Posisi ini menegaskan pentingnya menelusuri jejaknya dalam sejarah Islam Bugis.
Keturunannya dan para muridnya melanjutkan peran dakwah dan pendidikan yang ia rintis. Beberapa di antaranya mendirikan pesantren kecil di wilayah Wajo dan Bone, menjadikan Pammana sebagai salah satu pusat tradisi Islam yang hidup. Hingga kini, nama Abdussalam sering disebut dalam ziarah makam dan acara keagamaan sebagai ulama yang membawa keberkahan bagi daerahnya.
Memori kolektif masyarakat menempatkan Abdussalam sebagai figur teladan. Kesalehan, keilmuan, dan keberanian moralnya diingat sebagai inspirasi bagi generasi setelahnya. Dalam banyak kisah rakyat Bugis, ia dilukiskan sebagai ulama yang tidak hanya mengajar, tetapi juga membimbing umat dengan penuh kasih sayang dan kebijaksanaan.
Keberadaan ulama seperti H. Abdussalam al-Bugisy al-Pammani menunjukkan betapa pentingnya peran ulama tradisional dalam membangun identitas keislaman masyarakat Bugis. Jejaknya memperlihatkan hubungan erat antara Islam, adat, dan kebudayaan lokal. Warisan ini menjadi bagian integral dari sejarah intelektual Islam di Sulawesi Selatan.
Dengan demikian, sosok H. Abdussalam al-Bugisy al-Pammani bukan hanya milik sejarah lokal Pammana, tetapi juga bagian dari khazanah besar perjalanan Islam di Nusantara. Ia adalah simbol keterhubungan antara tradisi lokal Bugis dengan dinamika global Islam, sekaligus peneguh pentingnya ulama dalam menjaga keutuhan iman, adat, dan budaya masyarakat.
Zaenuddin Endy
Wakil Ketua Lakpesdam NU Sulawesi Selatan 2024-2029