KH. Hudzaifah merupakan salah satu sosok ulama kharismatik yang tercatat dalam sejarah perkembangan pendidikan Islam di Kabupaten Bone. Meskipun tidak selalu menonjolkan diri di panggung besar, peran beliau dalam menghidupkan pengajian, membina generasi santri, dan merintis lembaga pendidikan menjadi bagian penting dari mozaik sejarah dakwah di wilayah ini. Dikenal dengan sebutan “Gurutta Hudzaifah” atau “Anregurutta KH. Hudzaifah”, ia menempati posisi terhormat dalam masyarakat, sebuah gelar kehormatan yang di Bone disematkan kepada ulama yang mengabdikan diri sepenuhnya untuk mengajar agama. Gelar ini bukan sekadar panggilan, melainkan pengakuan sosial atas dedikasi dan integritasnya.
Pada dekade 1960–1970-an, KH. Hudzaifah aktif mengajar di Masjid Raya Watampone. Di sinilah ia bersama ulama besar lainnya seperti KH. Muhammad Junaid Sulaiman menyelenggarakan halaqah pengajian dasar, tahfidz Al-Qur’an, dan pembelajaran kitab kuning. Aktivitas ini berlangsung secara rutin dan menjadi salah satu magnet bagi para penuntut ilmu agama dari berbagai pelosok Bone. Tidak jarang, santri-santri muda yang kelak menjadi guru agama di kampung halamannya pernah mencicipi ilmu langsung dari halaqah beliau.
Dengan pendekatan pengajaran yang tegas namun penuh kelembutan, KH. Hudzaifah berhasil menanamkan semangat cinta Al-Qur’an dan penguasaan literatur klasik Islam. Ia tidak hanya fokus pada transfer pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter para santri agar menjadi insan berakhlak mulia. Keteguhan beliau dalam menjaga kualitas bacaan Al-Qur’an serta kedalaman pemahaman terhadap kitab turats membuatnya disegani oleh murid-murid maupun sesama ulama.
Anregurutta KH. Hudzaifah dikenal sebagai pencetak huffadz Al-Qur’an. Banyak santri yang menamatkan hafalannya di bawah bimbingan beliau, bukan hanya dengan ketelitian dalam tajwid, tetapi juga dengan pembinaan akhlak yang halus dan penuh keteladanan. Para santri memandangnya sebagai sosok alim yang mendalam ilmunya, tenang dalam sikapnya, dan berwibawa dalam setiap ucapannya. Kehadirannya di tengah santri selalu membawa keteduhan, seakan menjadi telaga tempat mereka menimba ilmu dan inspirasi.
Kisah masa kecilnya pun kerap menjadi inspirasi. Konon, ketika masih anak-anak, Anregurutta KH. Hudzaifah telah menunjukkan kecerdasan dan daya hafal yang luar biasa. Ia mampu menghafal kitab Barzanji hanya dengan mendengarkan orang-orang membacanya, sembari duduk di bawah kolong rumah. Kemampuan ini menunjukkan bakat istimewa sekaligus semangat belajarnya yang tinggi sejak dini, yang kelak menjadi modal utama dalam menguasai Al-Qur’an, hadits, dan kitab-kitab turats.
Selain menjadi pengajar, Anregurutta KH. Hudzaifah tercatat sebagai salah satu pendiri, perintis, dan pembina Ma’had Hadits Bone, sebuah pesantren yang didirikan dengan visi memperkuat tradisi keilmuan Islam di wilayah ini. Lembaga ini kemudian berkembang menjadi Pesantren Modern Al-Junaidiyah Bone, yang kini menjadi salah satu pusat pendidikan Islam terkemuka di Sulawesi Selatan. Peran KH. Hudzaifah pada masa perintisan sangat penting, baik dalam membangun fondasi kurikulum keilmuan, menanamkan disiplin, maupun membina santri agar memiliki akhlak dan wawasan keislaman yang kuat.
Kiprahnya dalam jejaring pendidikan Islam di Bone juga tidak dapat dipisahkan dari kolaborasi dengan para ulama sezamannya. Ia memiliki hubungan yang erat dengan tokoh-tokoh penting seperti KH. Rafi Sulaiman, KH. Syamsuri Abdullah, dan sejumlah ulama lainnya yang bersama-sama berjuang menghidupkan dakwah dan pendidikan Islam di tengah tantangan zaman. Semangat kolektif ini membuat pesantren-pesantren di Bone memiliki fondasi keilmuan yang kuat.
Di luar aktivitas pesantren, KH. Hudzaifah juga aktif memimpin pengajian umum di berbagai masjid dan langgar. Materi pengajiannya mencakup tafsir Al-Qur’an, syarah hadits, fiqh, dan akhlak. Beliau memiliki metode dakwah yang sederhana namun mengena, sering menggunakan perumpamaan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Bone, sehingga pesan-pesannya mudah dipahami dan diamalkan.
Dedikasinya terhadap pendidikan dan dakwah tidak pernah pudar meskipun usia semakin menua. Hingga akhir hayatnya, KH. Hudzaifah tetap istiqamah mengajar dan membimbing para santri. Beliau menempatkan pendidikan sebagai jalan ibadah yang mulia, dan keyakinan ini menjadikannya teladan bagi generasi penerus. Banyak di antara murid-muridnya yang kini menjadi pengasuh pesantren, imam masjid, atau tokoh agama yang berpengaruh di komunitas masing-masing.
Warisan intelektual dan spiritual KH. Hudzaifah bukan hanya berupa lembaga pendidikan yang telah ia rintis, tetapi juga nilai-nilai yang ia tanamkan. Integritas, kesederhanaan, kecintaan pada ilmu, dan penghormatan terhadap tradisi keilmuan Islam menjadi ciri yang melekat pada jejak pengabdiannya. Generasi santri yang pernah bersentuhan langsung dengan beliau membawa nilai-nilai ini sebagai bekal hidup dan pengabdian di tengah masyarakat.
Dengan segala kiprah dan jasanya, KH. Hudzaifah layak dikenang sebagai salah satu pilar dakwah dan pendidikan Islam di Bone. Namanya akan terus hidup dalam ingatan para santri, alumni, dan masyarakat yang merasakan manfaat dari ilmu dan keteladanannya. Bagi Bone, kehadiran beliau adalah anugerah, dan bagi sejarah pendidikan Islam di Sulawesi Selatan, beliau adalah bagian dari mata rantai emas yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan peradaban Islam.
Oleh: Zaenuddin Endy
Ketua Harian DPP Ikatan Alumni Pesantren Modern (IKAPM) Aljunaidiyah Bone