KH Rusyaid Mattu: Ulama Aswaja dari Bone

KH Rusyaid Mattu
banner 468x60

KH Rusyaid Mattu merupakan salah satu figur penting dalam sejarah perkembangan keilmuan Islam di Bone, Sulawesi Selatan. Dikenal sebagai ulama yang konsisten memegang teguh manhaj Ahlus Sunnah wal-Jamaah (Aswaja), ia juga memiliki kiprah besar di dunia akademik. Selama menjabat sebagai Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Alauddin Watampone dan Ketua STAIN Watampone, KH Rusyaid mendorong penguatan pendidikan Islam formal yang tetap berpijak pada tradisi klasik, namun terbuka terhadap pembaruan yang sesuai dengan nilai-nilai moderasi Islam.

 

Perjalanan intelektualnya menunjukkan keseimbangan antara penguasaan ilmu agama dan kemampuan memimpin lembaga pendidikan tinggi. Ia memandang bahwa pendidikan Islam tidak hanya bertugas mentransfer pengetahuan, tetapi juga menanamkan akhlak, membentuk watak kebangsaan, dan menumbuhkan kesadaran sosial. Pandangan ini menjadikannya sosok yang dihormati tidak hanya di kalangan akademisi, tetapi juga di tengah masyarakat luas.

 

Di luar kiprah strukturalnya, KH Rusyaid Mattu dikenal sebagai pembina pengajian kitab kuning di Masjid Al-Mujahidin, Watampone. Kegiatan ini rutin berlangsung selepas salat Maghrib hingga awal 2000-an, dan menjadi pusat pembelajaran bagi santri, pelajar, dan masyarakat umum. Melalui pengajian tersebut, ia menegaskan pentingnya pemeliharaan tradisi keilmuan turats yang diwariskan para ulama salaf. Metode yang digunakan, seperti sorogan dan bandongan, mencerminkan kesinambungan warisan pesantren yang telah mengakar di wilayah Bone.

 

Pengajian kitab kuning yang ia asuh tidak hanya membahas fiqh, tafsir, dan hadis, tetapi juga mengajarkan adab dan etika bermasyarakat. Ia selalu menekankan bahwa ilmu harus diamalkan untuk kemaslahatan, bukan sekadar untuk prestise akademik. Prinsip ini membuat pengajiannya diminati berbagai kalangan, termasuk mereka yang sebelumnya kurang terlibat dalam kegiatan keagamaan.

 

Selain di masjid, KH Rusyaid Mattu juga berperan penting sebagai pembina Pondok Pesantren Al-Junaidiyah Biru Bone. Di pesantren ini, ia secara rutin memberikan pengajian, membimbing para santri dalam memahami kitab-kitab klasik, serta menanamkan nilai-nilai Aswaja. Kehadirannya di pesantren tidak hanya memperkuat kualitas pembelajaran, tetapi juga mempererat hubungan antara pesantren dan masyarakat. Perannya di Al-Junaidiyah menunjukkan komitmen beliau terhadap kesinambungan tradisi pesantren di tengah arus perubahan zaman.

 

KH Rusyaid Mattu juga menonjol dalam kemampuannya memadukan norma-norma syariat dengan kearifan lokal masyarakat Bugis. Dalam praktik hukum waris, misalnya, ia mengedepankan musyawarah dan kesepakatan yang adil, sehingga pembagian harta dapat disesuaikan dengan kondisi keluarga. Ia memahami bahwa fiqh memiliki fleksibilitas untuk merespons realitas sosial, selama tidak mengabaikan prinsip-prinsip dasar syariat. Sikap moderat ini membuatnya diterima di berbagai lapisan masyarakat.

 

Kearifan tersebut menunjukkan bahwa KH Rusyaid tidak sekadar memahami hukum Islam secara tekstual, tetapi juga kontekstual. Ia meyakini bahwa Islam hadir untuk menjaga kemaslahatan manusia, dan bahwa penerapan hukum harus mempertimbangkan keadilan substantif, bukan hanya keadilan prosedural. Pandangan ini sejalan dengan nilai-nilai Aswaja yang mengedepankan tawassuth, tawazun, dan tasamuh.

 

Sejarah perkembangan pesantren di Bone juga tidak bisa dilepaskan dari peran KH Rusyaid Mattu. Tradisi pengajian di wilayah ini bermula dari upaya para ulama terdahulu seperti Fakih Amrullah di Masjid Al-Mujahidin, yang kemudian berkembang menjadi model pendidikan pesantren. KH Rusyaid menjadi salah satu penerus tradisi ini, dengan mengintegrasikan metode salaf yang fokus pada kitab klasik dan metode khalaf yang mengadopsi sistem pendidikan formal.

 

Kemampuannya menjembatani dua model pendidikan tersebut menjadi salah satu warisan pentingnya. Ia mampu menunjukkan bahwa modernisasi pendidikan Islam tidak harus menghilangkan akar tradisi, justru harus menguatkan nilai-nilai yang telah teruji sepanjang sejarah. Pandangan ini membuatnya dihormati baik di kalangan ulama tradisional maupun akademisi modern.

 

Dengan segala kiprah dan keteladanannya, KH Rusyaid Mattu layak dikenang sebagai salah satu ulama besar Bone yang mengintegrasikan peran akademik, sosial, dan kultural. Ia telah menunjukkan bahwa Ahlus Sunnah wal-Jamaah bukan sekadar identitas keagamaan, tetapi sebuah jalan hidup yang memadukan ilmu, amal, dan kearifan lokal demi terwujudnya Islam rahmatan lil ‘alamin di bumi Bugis.

 

Oleh:Zaenuddin Endy

Founder Komunitas Pecinta Indonesia dan NUsantara (KOPI-NU)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *