AG. KH. Abdul Malik: Ulama NU Kharismatik Penjaga Tradisi Aswaja di Wajo

banner 468x60

AG. KH. Abdul Malik adalah sosok ulama kharismatik dari Wajo yang meninggalkan jejak penting dalam sejarah keislaman di Sulawesi Selatan, khususnya dalam pengembangan pendidikan dan dakwah Ahlussunnah wal Jama’ah. Lahir pada tahun 1922 di Belawa, ia tumbuh dalam lingkungan religius dan sejak kecil telah menunjukkan ketekunan dalam mempelajari Al-Qur’an. Dalam waktu singkat, ia menguasai bacaan Al-Qur’an dan melanjutkan pendidikan formal di sekolah Muhammadiyah sebelum akhirnya menuntut ilmu di Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) As’adiyah Sengkang di bawah bimbingan AG. H. Muhammad As’ad.

 

Setelah menyelesaikan pendidikan di Sengkang, AG. Abdul Malik kembali ke kampung halamannya untuk mengabdi sebagai pengajar dan kepala madrasah. Dalam kiprahnya, ia tidak hanya mengajarkan ilmu agama tetapi juga membina generasi muda dengan nilai-nilai moral dan akhlak Islam. Peran strategisnya dalam memimpin lembaga pendidikan menjadikan Belawa sebagai salah satu pusat dakwah Islamiyah di wilayah Wajo.

 

Pada tahun 1947, ia berangkat menunaikan ibadah umrah bersama istrinya dan bermukim di Makkah untuk mendalami ilmu agama secara lebih mendalam. Di sana, ia berhasil menghafal Al-Qur’an 30 juz dan belajar kitab-kitab klasik di Darul Ulum Addiniyah. Sepulang dari Makkah, semangat dakwahnya semakin kuat. Ia gencar melakukan pembinaan umat melalui pengajian keliling di desa-desa, menegakkan ajaran tauhid dan membimbing masyarakat agar meninggalkan praktik-praktik keagamaan sinkretik yang masih berkembang saat itu.

 

Komitmennya terhadap pendidikan dan dakwah tidak hanya diwujudkan dalam pengajaran langsung, tetapi juga melalui pengkaderan dai dan muballigh. AG. Abdul Malik dikenal sebagai sosok yang lembut, tegas, dan penuh hikmah dalam menyampaikan pesan keagamaan. Ia mampu memadukan pendekatan budaya lokal dengan nilai-nilai Islam yang universal, menjadikannya tokoh yang sangat dihormati di masyarakat Bugis.

 

Kiprah AG. Abdul Malik dalam struktur Nahdlatul Ulama pun tercatat kuat. Ia pernah menjabat Ketua Majelis Wakil Cabang NU Belawa dan Rois Syuriah NU Kabupaten Wajo. Peran ini menjadikannya sebagai pengayom dan rujukan utama dalam persoalan keagamaan dan kebijakan organisasi keulamaan lokal. Keterlibatannya dalam struktur NU menandakan konsistensinya dalam mengembangkan paham keagamaan moderat khas Ahlussunnah wal Jama’ah an-Nahdliyyah.

 

Ia juga dikenal sebagai peserta aktif dalam berbagai muktamar NU di tingkat nasional, dimulai dari Situbondo tahun 1984 hingga Cipasung tahun 1994. Bahkan saat kesehatannya menurun, ia tetap mengutus anak-anaknya untuk menghadiri Muktamar NU di Lirboyo tahun 1999. Hal ini menunjukkan loyalitasnya yang tinggi terhadap organisasi dan pentingnya kesinambungan perjuangan NU dalam pandangannya.

 

Sebagai Ketua Umum Pengurus Besar As’adiyah selama tiga periode, AG. Abdul Malik juga memainkan peran penting dalam memperluas jaringan pesantren dan mempererat hubungan antara As’adiyah dan NU. Banyak alumni As’adiyah yang kemudian menjadi tokoh NU di berbagai daerah, menunjukkan pengaruh pendidikan dan kaderisasi yang ia rintis. Di bawah kepemimpinannya, As’adiyah semakin meneguhkan posisinya sebagai salah satu pilar pendidikan Islam Ahlussunnah wal Jama’ah di Indonesia Timur.

 

AG. Abdul Malik tidak hanya dihormati karena ilmunya, tetapi juga karena akhlaknya yang mulia. Dalam berdakwah, ia menekankan pentingnya hikmah, kesantunan, dan kearifan dalam menyampaikan ajaran. Ia dikenal sangat bijak dalam menyikapi perbedaan pandangan dan tetap menjaga persatuan umat. Sikap ini membuatnya diterima oleh berbagai kalangan, baik masyarakat awam, tokoh adat, maupun elite keagamaan.

 

Salah satu warisan penting yang ia tinggalkan adalah tradisi haul yang diadakan secara rutin di Belawa. Kegiatan ini tidak sekadar mengenang jasa beliau, tetapi juga menjadi ajang memperkuat jaringan silaturahim dan penguatan nilai-nilai keagamaan dalam masyarakat. Haul tersebut diisi dengan sima’an Al-Qur’an oleh para hafiz, sebagai bentuk penghormatan terhadap dedikasi beliau dalam bidang tahfidz dan dakwah.

 

AG. Abdul Malik wafat pada 14 Juni 2000 dan dimakamkan di kampung halamannya di Belawa. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi masyarakat Wajo dan umat Islam di Sulawesi Selatan. Namun, ajaran dan keteladanan hidupnya terus dikenang dan dijadikan inspirasi oleh generasi penerus, khususnya dalam menjaga nilai-nilai ke-NU-an yang moderat dan berakar pada tradisi keilmuan yang kuat.

 

Sampai hari ini, nama AG. KH. Abdul Malik tetap hidup dalam ingatan kolektif masyarakat Wajo sebagai ulama besar yang memadukan ilmu, amal, dan khidmah. Jejak perjuangannya dalam NU dan lembaga As’adiyah menjadi bukti bahwa ulama bukan sekadar pewaris ilmu, tetapi juga penggerak perubahan sosial yang membawa pencerahan. Dalam setiap haul, tadarus, dan majelis ilmu, namanya selalu disebut dengan penuh takzim.

 

Kharismanya tidak dibangun melalui pencitraan, tetapi dari konsistensinya dalam menebar ilmu, membina umat, dan menegakkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin. AG. KH. Abdul Malik telah menunjukkan bagaimana seorang ulama NU dapat menjadi suluh dalam kegelapan, peneduh dalam perselisihan, dan pelita yang menerangi jalan umat. Warisannya bukan hanya berupa lembaga dan murid, tetapi juga nilai-nilai hidup yang tak lekang oleh zaman.

 

 

Oleh:Zaenuddin Endy

Fonder Komunitas Pecinta Indonesia dan NUsantara (KOPI-NU)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *