Dalam perjalanan sejarah Nahdlatul Ulama (NU) di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan, peran para kader penggerak menjadi kunci bagi keberlangsungan dan kebangkitan organisasi ini. Setelah melewati dinamika pasang surut, NU Sidrap hari ini tengah menapaki fase baru: fase kebangkitan, fase pembaharuan, fase reborn. Semua ini tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan merupakan buah dari proses panjang kaderisasi yang terus dipupuk secara konsisten, terutama melalui Pendidikan Kader Penggerak NU (PKPNU) yang telah melahirkan kader-kader militan dari berbagai angkatan.
PKPNU di Sidrap bukan sekadar agenda formal belaka. Ia telah menjelma menjadi kawah candradimuka yang menempa kader, menanamkan kembali prinsip-prinsip dasar ke-NU-an, komitmen kebangsaan, serta kecintaan terhadap tradisi Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyah. Dari angkatan ke angkatan, para peserta yang berasal dari berbagai latar belakang — mulai dari akademisi, birokrat, tokoh muda desa, hingga pegiat sosial — telah dibentuk menjadi ujung tombak gerakan NU di akar rumput.
Gerakan kader penggerak ini kini mulai menunjukkan geliatnya secara nyata. Di berbagai kecamatan, NU yang dulunya seperti tidur panjang, hari ini mulai bergerak dengan ritme baru yang lebih progresif. Rapat-rapat rutin, pengajian ke-NU-an, pelatihan, pendampingan ke masyarakat, hingga advokasi sosial keagamaan, mulai marak dilakukan secara massif. Keberadaan para kader hasil PKPNU ini tak lagi sekadar simbolik, melainkan telah menjelma menjadi penggerak nyata yang hadir di tengah umat.
Di Bumi Nene Mallomo, yang dikenal memiliki kekayaan tradisi dan nilai-nilai lokal yang kuat, kebangkitan NU membawa semangat baru: semangat memadukan nilai keagamaan, kearifan lokal, dan komitmen kebangsaan. Para kader muda NU Sidrap hari ini memahami bahwa perjuangan menegakkan nilai Ahlussunnah wal Jamaah harus senantiasa disesuaikan dengan konteks zaman, tanpa kehilangan akar sejarah dan kearifan tradisi yang telah diwariskan oleh para ulama terdahulu.
Dalam beberapa tahun terakhir, geliat ini tampak jelas dari berbagai kegiatan strategis yang digelar. Baik dalam bentuk bahtsul masail, penguatan ekonomi warga NU, advokasi sosial berbasis masjid dan pesantren, hingga merawat tradisi keagamaan lokal seperti zikir, manaqib, dan haul ulama. Semuanya bergerak secara simultan, membuktikan bahwa NU Sidrap tak lagi berjalan dalam sunyi, melainkan bergerak serentak dalam semangat kolektif.
Kekuatan utama dari NU Sidrap reborn ini terletak pada kesadaran kolektif para kader bahwa NU bukanlah sekadar organisasi, melainkan gerakan peradaban yang menghubungkan agama, bangsa, dan tradisi. Dari pelosok desa hingga kota, mereka menghidupkan kembali musyawarah ranting, mengaktifkan majelis taklim, menggiatkan literasi ke-NU-an, serta membangun jejaring dakwah yang ramah dan moderat.
Tak hanya di sektor keagamaan, para kader penggerak juga mulai mengambil peran penting dalam ruang sosial yang lebih luas: mendorong isu pendidikan, pemberdayaan ekonomi, serta gerakan kebudayaan berbasis kearifan lokal. Dengan modal intelektual, militansi organisasi, dan jejaring yang semakin solid, NU Sidrap memantapkan diri sebagai rumah besar yang inklusif bagi semua kalangan masyarakat.
Kebangkitan ini bukan hanya sebatas jargon. Ia nyata dalam langkah-langkah konkret: revitalisasi kepengurusan ranting hingga MWC, konsolidasi organisasi secara berjenjang, hingga kolaborasi lintas lembaga baik dengan pemerintah maupun masyarakat sipil. Semua bergerak dalam satu barisan, satu komando, demi mengembalikan marwah NU di Sidrap sebagai organisasi keagamaan terbesar dan paling berpengaruh yang membawa misi rahmatan lil alamin.
Bagi Sidrap, kebangkitan NU ini sejalan dengan semangat Bumi Nene Mallomo yang menjunjung tinggi nilai keadilan, kearifan, dan keluhuran adat. NU hadir sebagai penyejuk, sebagai pengayom, dan sebagai penuntun masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik: religius, nasionalis, dan humanis.
Kini, dengan semangat NU Reborn, para kader penggerak terus bergerak. Dari pelosok Sidenreng hingga Pangkajene, dari Watang Sidenreng hingga Dua Pitue, langkah mereka semakin pasti. NU Sidrap hari ini tidak lagi menunggu, melainkan bergerak, menggerakkan, dan membangkitkan. Semua demi terwujudnya masyarakat Sidrap yang damai, berkeadaban, dan berpijak kokoh dalam ajaran Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyah.
NU Sidrap bangkit, kader penggerak bersatu, Bumi Nene Mallomo bergerak maju!
Oleh: Zaenuddin Endy
Koordinator PKPNU Sulawesi Selatan