Aseranews.com – Akademisi dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum UIN Jakarta, Rahmat Ferdian Andi Rosidi mengunkapkan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXI/2023 seperti Kotak Pandora.
Hal tersebut disampaikan Andi Rosidi saat menjadi narasumber di kegiatan WEBINAR Nasional yang bertajuk ““Arah Baru Demokrasi: Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi” diselenggarakan oleh Forum Strategis Pembangunan Sosial (FORES), Jakarta, Selasa (29/07/2025).
Andi Rosidi mengatakan, Putusan MK tersebut seperti Kotak Pandora yang membuka peluang bagi Reformasi mendalam dalam sistem demokrasi di Indonesia.
”Putusan ini tidak sekadar mengatur soal teknis Pemilu, tetapi juga menjadi titik awal untuk mendorong demokrasi yang substansial, demokrasi yang tidak berhenti pada ritual lima tahunan, tetapi benar-benar mendorong perwujudan kesejahteraan rakyat,” ujar dia.
Ia mengungkapkan, Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal tentu menghasilkan dampak strategis bahwa pemisahan Pemilu harus dilihat sebagai peluang untuk membangun sistem kaderisasi partai politik yang lebih sehat.
”Dengan waktu yang lebih longgar, Partai Politik dapat mempersiapkan Calon Legislatif dan Kepala Daerah dengan lebih matang, tidak sekadar “asal comot” atau calon cabutan”, ungkap dia.
Andi Rosidi berharap, upaya tersebut dapat menghasilkan kualitas kepemimpinan yang lebih baik dan representatif. Namun demikian tantangan baru juga muncul, khususnya soal pembiayaan politik.
”Pemisahan Pemilu berpotensi menambah beban anggaran, serta membuka kemungkinan membengkaknya biaya politik yang harus dikeluarkan oleh kandidat maupun partai. Oleh karena itu, transparansi dan akuntabilitas keuangan politik harus diperkuat” tutupnya.
Sementara itu, Pegiat Kajian Sosial dan Politik Indonesia, Sonny Madjid mengungkapkan bahwa pemisahan Pemilu berpotensi mengurangi praktik politik uang. Pemilu serentak seringkali membuka ruang transaksi politik yang masif, karena kandidat dari berbagai tingkatan bersaing dalam satu waktu dan ruang yang sama.
”Dengan pemisahan Pemilu, interaksi transaksional tersebut dapat diminimalkan, sekaligus memberi ruang bagi pemilih untuk lebih fokus menilai kualitas calon secara proporsional”, ujar dia.