PKC PMII Sulsel : Astacita Presiden Solusi atau Ilusi ?

Ma'ruf Pangewa ( Ketua Eksternal PKC PMII Sulawesi Selatan)
banner 468x60

Aseranews – Pengurus Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan (PKC PMII SUL-SEL) menyoroti Kinerja Kabinet Merah Putih dalam Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang telah berjalan Delapan bulan sejak Resmi di lantik pada 20 Oktober 2024 lalu. Sejumlah catatan pun bermunculan yang menjadi sorotan PKC PMII Provinsi Sulawesi Selatan.

 

Ma’ruf Pangewa, Ketua Eksternal PKC PMII Provinsi Sulawesi Selatan, mengatakan bahwa pemerintah harus segera melakukan pembenahan atas banyaknya persoalan yang muncul dalam perjalanan Pemerintahan Presiden Prabowo – Gibran. Karena banyaknya persoalan yang muncul dalam Pemerintahan Kabinet Merah Putih akan mengikis kepercayaan Publik terhadap Pemerintah dan akan berimbas pada Program Pembangunan Asta Cita yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo-Gibran dalam mewujudkan Indonesia Maju menuju Indonesia Emas 2045.

 

“Asta Cita ialah Misi yang sangat mulia dan gemilang. Misi ini dicanangkan oleh Bapak Presiden Prabowo-Gibran untuk membawa Indonesia Maju dalam mencapai Indonesia Emas 2045, pastinya harus kita dukung. Misi Besar ini bertujuan untuk menghadirkan perubahan yang nyata dalam kehidupan masyarakat. Tapi, melihat kenyataan di lapangan, berbagai persoalan dan permasalahan pun muncul dalam penerapan kebijakan Pemerintah. Berbagai persoalan ini menimbulkan polemik, kegaduhan bahkan bisa menjadi bahan catatan yang mengikis Kepercayaan Masyarakat terhadap Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka”.

 

Adapun Isu yang menjadi sorotan PKC PMII Sulawesi Selatan yang di anggap krusial ialah Isu Demokrasi dan HAM, Lingkungan, Hilirisasi, Lapangan Kerja, Makan Bergizi Gratis, Perampasan Lahan dan Korupsi. Isu yang menjadi sorotan PKC PMII Sulsel ini berkaitan dengan Asta Cita yang menurutnya harus mendapat perhatian besar oleh pemerintah agar tidak menimbulkan kekecewaan dari masyarakat Indonesia.

 

Isu terkait Demokrasi & HAM di nilai mengalami tanda-tanda kemunduran di Pemerintahan Presiden Prabowo-Gibran. PKC PMII Sulawesi Selatan khawatir akan adanya Upaya Konsolidasi Kekuasaan dan Sentralisasi Kontrol Hukum oleh Pemerintah, Mulai terjadinya Pembatasan Ruang Sipil, Kriminalisasi Aktivis dan Tidak adanya Keseriusan Pemerintah dalam menyelesaikan Pelanggaran HAM masa lalu, serta munculnya potensi ancaman terhadap kebebasan sipil.

 

Hal tersebut terlihat dari banyaknya penolakan keras publik atas Pengesahan RUU TNI yang dianggap akan menjadi jalan mulus untuk menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI. Tak hanya itu, Munculnya tagar Indonesia Gelap yang menjadi simbol Gerakan Aksi Demonstrasi berbagai Kota di Indonesia mendapatkan tindakan Refresifitas oleh Aparat Pengamananan. Fenomena di Pemerintahan Presiden Prabowo-Gibran yang menghantui Aktivis, Akademisi, Seniman dan Jurnalis atas meningkatnya Kasus Intimidasi, Kriminalisasi serta Represifitas Aparat menjadi Ancaman Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi.

 

Kontroversi juga muncul dari Fadli Zon, Menteri Kebudayaan yang menyampaikan pernyataannya terkait penulisan ulang sejarah Peristiwa Mei 1998. Pernyataannya memicu kemarahan dari berbagai kalangan, terutama Korban dan Keluarga korban tragedi tersebut karena di nilai telah mengaburkan Fakta Sejarah kelam yang menjadi luka bangsa Indonesia.

 

Sorotan PKC PMII Sulawesi Selatan juga mengarah pada Program Hilirisasi Tambang Nasional yang di gaungkan Pemerintah. Hilirisasi Tambang yang menjadi perbincangan publik karena Maraknya Ancaman Pencemaran dan Perusakan Lingkungan dengan dalih Pembangunan Bangsa, Kesejahteraan Sosial dan Transisi Energi yang dianggap terlalu dipaksakan.

 

WALHI Region Sulawesi dalam laporannya pada Tahun 2021, menyebut jika hadirnya Industri Ekstraktif telah menyebabkan Kemiskinan di lingkar Tambang di berbagai Pusat Industri Nikel di Pulau Sulawesi. Selain itu, transisi energi yang diusung pemerintah nyatanya telah menyebabkan emisi yang sangat tinggi. Studi yang dilakukan oleh CREA dan CELIOS menunjukkan emisi yang dihasilkan dari industri ekstraktif di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara menimbulkan beban ekonomi yang diperkirakan mencapai Rp 40,7 triliun pada 2025. Emisi tersebut didapatkan dari smelter dan PLTU Captive untuk kebutuhan energi listrik.

 

Pada 03 Juni 2025, Aktivis Greenpeace Indonesia melakukan protes dalam diskusi Indonesia Critical Minerals Conference & Expo di Jakarta. Aksi Protes tersebut menyuarakan Isu Penambangan Nikel di Raja Ampat. Aksi itu viral di media sosial dan warganet turut menyampaikan keresahan melalui unggahan media dengan tagar #SaveRajaAmpat.

 

Greenpeace menemukan aktivitas tambang merusak kawasan yang ditetapkan Badan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) sebagai Global Geopark. Sorotan terhadap izin tambang di kepuluan Raja Ampat, Papua Barat Daya, memicu keprihatinan publik. Namun praktik pemberian izin tambang tidak hanya terjadi di Raja Ampat. Puluhan pulau kecil lain di seluruh Indonesia telah dan sedang dikaveling oleh perusahaan tambang yang mengancam Ekosistem pulau-pulau rentan tersebut.

 

Berdasarkan data dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) pada Desember 2023, terdapat 218 izin usaha pertambangan yang mencakup 34 pulau kecil di Indonesia, dengan total luas konsesi mencapai 274.549,57 hektare. Situasi ini memperlihatkan bahwa praktik pertambangan di wilayah-wilayah kecil yang seharusnya dilindungi, justru berlangsung secara masif.

 

Padahal UU No. 27 Tahun 2007 menegaskan larangan untuk melakukan penambangan di pulau kecil, yang didefinisikan sebagai pulau dengan luas di bawah 2.000 km persegi. Aturan tersebut menegaskan bahwa di dalam wilayah pulau kecil tidak boleh ada aktivitas pertambangan.

 

PKC PMII Provinsi Sulawesi Selatan menegaskan bahwa Kekayaan Sumber Daya Alam yang melimpah ini bisa saja di kelola dan di manfaatkan dengan baik, dengan catatan bahwa Industri Ekstraktif di jalankan dengan Paradigma Baru yaitu mengutamakan Kesejahteraan Rakyat dan Lingkungan serta Penegakkan Hukum yang tak memberikan kesan Pembiaran oleh Pemerintah.

 

Gelombang PHK dan Angka Pengangguran yang semakin meningkat juga menjadi sorotan Pengurus Koordinator Cabang PMII Provinsi Sulawesi Selatan, karena Puluhan Ribu orang yang terdampak PHK Massal di berbagai lintas sektor dan akan bergulat dengan ketidakpastian di tengah perlambatan Ekonomi Nasional.

 

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menuturkan Data dari Litbang Partai Buruh dan Koalisi Serikat Pekerja (KSP-PB) menunjukkan bahwa pada Januari hingga Maret 2025, telah terjadi PHK Massal di 40 Perusahaan, dengan total korban mencapai 60 ribu buruh. Per April 2025, Sudah 80 Perusahaan melakukan PHK dan jumlah buruh yang kehilangan pekerjaan mencapai 70 ribu orang. Artinya, Kata Said Jumlah Perusahaan yang melakukan PHK meningkat dua kali lipat hanya dalam empat bulan pertama 2025, dikutip dari Tempo.co, Selasa (27/5/2025).

 

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah angka pengangguran di Indonesia meningkat per Februari 2025. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, jumlah pengangguran per Februari 2025 mencapai 7,28 juta orang. Jumlah angkatan kerja per Februari 2025 mencapai 153,05 juta orang atau meningkat sebanyak 3,67 juta orang bila dibandingkan dengan Februari 2024. “Dari angkatan kerja tersebut, tidak semua terserap di pasar kerja, sehingga terdapat jumlah orang yang menganggur sebanyak 7,28 juta orang,” kata Amalia dalam konferensi pers di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Senin, 5 Mei 2025.

 

Gelombang PHK dan Angka Pengangguran yang meningkat mengingatkan kembali pada janji Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI pada 2024, yang akan membuka 19juta lapangan kerja, dengan 5 juta di antaranya merupakan green jobs atau pekerjaan ramah lingkungan. Janji tersebut terucap secara jelas dalam pemaparan visi misinya di debat cawapres di Jakarta Convention Center atau JCC, Senayan, Jakarta Pusat, Ahad, 21 Januari 2024.

 

Ketua Eksternal PKC PMII Sulawesi Selatan, Ma’ruf Pangewa menekankan bahwa Isu yang menjadi sorotan ini ialah Isu yang sangat krusial dan perlu pembenahan untuk menata Perjalanan Pemerintahan Presiden Prabowo-Gibran demi Mewujudkan Indonesia Maju.

 

“Isu yang menjadi keresahan publik harus kami suarakan, karena ini Berkaitan dengan Asta Cita. Pemerintahan Presiden Prabowo-Gibran harus segera mengambil tindakan yang tegas dan pro terhadap Rakyat. Apalagi terkait Isu Demokrasi dan HAM, Lingkungan, Hilirisasi, Lapangan Kerja, Makan Bergizi Gratis, Perampasan Lahan dan Korupsi. Asta Cita ialah Harapan Bersama, jika tidak ada pembenahan secara serius maka akan melahirkan sebuah kekecewaan besar di tengah-tengah Rakyat Indonesia dan menjadi Rapor Merah dalam Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka” tutupnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *